REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --
Komisioner Komisi Yudisial (KY) Imam Anshori menyatakan masyarakat
semakin sulit untuk mempercayai lembaga peradilan pascapenangkapan Ketua
Mahkamah Konstitusi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi karena diduga
menerima suap.
"Masyarakat semakin
susah untuk mempercayai lembaga peradilan, setelah cukup lama Mahkamah
Agung (MA) coreng moreng dengan banyaknya hakim yang melakukan tindakan
tidak terpuji. Sekarang hakim MK terlibat kasus suap. Semakin runtuh
wibawa peradilan di negeri kita," katanya di Jakarta, Kamis dinihari.
Ia juga menegaskan dengan adanya
penangkapan tersebut membuktikan bahwa putusan MK tahun 2006 yang
menghapuskan kewenangan KY untuk mengawasi hakim MK merupakan kesalahan
besar.
Pasalnya, kata dia, MK ternyata tidak suci sehingga perlu pengawasan dari institusi lainnya.
"MK ternyata tidak suci," katanya.
Karena itu, ia menambahkan sudah saatnya
UU KY dan UU Kekuasaan Kehakiman diubah guna memulihkan kembali
kewenangan KY mengawasi semua hakim.
"Hal itu sesuai dengan semangat yang ada di dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945," katanya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi
menangkap Ketua Mahkamah Konstitusi berinisial AM yang diduga menerima
uang terkait sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Gunung
Mas, Kalimantan Tengah.
"Penyidik menangkap tangan beberapa
orang di kompleks Widya Chandra, dengan inisial AM, CHN, dan CN," kata
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi, dalam jumpa
pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis dini hari.
Johan mengatakan, AM merupakan Ketua
Mahkamah Konstitusi, sementara CHN seorang anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, dan CN seorang pengusaha.
Di Widya Chandra, penyidik menyita uang
dolar Singapura, perkiraan sementara, senilai Rp2 miliar hingga Rp3
miliar, yang diduga merupakan pemberian CHN dan CN kepada AM terkait
yang diduga terkait sengketa pilkada di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan
Tengah.
Setelah itu, lanjut Budi, KPK juga
melakukan operasi tangkap tangan di sebuah hotel di wilayah Jakarta
Pusat, dan menahan dua orang yang dengan inisial HB yang merupakan
kepala dinas dan DH yang merupakan pihak swasta.
"HB seorang kepala daerah. DH itu swasta, diamankan di sebuah hotel di wilayah Jakarta Pusat," kata Johan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar